adsense

Saturday, October 25, 2014

Dia Membayar Atas Kebodohan Orang Lain

Seorang ibu tampak hancur perasaannya. Dia menangis kesakitan, berteriak sekeras yang dia mampu disebuah pojokan gelap dan kotor. Disana tidak ada seorangpun yang mendengarnya dan tak satupun yang menenangkannya, karena diluar gubuk kecilnya hanyalah jalan panjang penuh angin yang amat sepi. Tidak ada kehidupan manusia ber mil-mil didepan. Angin telah berhenti, dedaunan tidak bergerak dan tidak ada suara-suara anjing, keheningan mengisi udara. Kesendirian telah membunuhnya, tapi tak seorangpun yang tau apa yang membuatnya menangis.

Kehilangan seseorang yang kamu cintai dengan segenap hati bukanlah sebuah duka yang bisa dengan mudah kamu hilangkan. Rantika kehilangan anaknya, satu satunya yang membuat dia bertahan hidup. Rantika melihat bayinya terlindas mobil dengan mata kepalanya sendiri. Darah dimana-mana, pemandangan yang  sungguh mengerikan.

Pada suatu malam yang sangat sepi, Rantika sedang berjalan untuk mencari udara segar dengan menggendong anaknya. Dia berjalan cukup lama, sampai kemudian melihat wajah seseorang (yang baginya terlihat sangat jahat)

Sepanjang waktu ketika dia berjalan sambil menggendong anaknya, yang terpikirkan hanyalah masadepan Arya (nama anak laki-lakinya). Akan menjadi apa dia nanti? Akankah Arya membuatku bangga? Seberapa kepaikan yang akan dia berikan kepada sesamanya? Seperti itulah yang selalu Rantika pikirkan semenjak Arya lahir dan masih banyak lagi harapannya untuk Arya. 

Tapi siapa tahu apa yang akan terjadi esok hari, kehidupan dapat berganti dalam hitungan detik. Ketika berbicara mengenai takdir, semua mimpi-mimpi dan harapn itu direnggut dari Rantika dalam sekejap. Senyumnya mengkerut dan kepercayaannya runtuh. Seperti orang tanpa tujuan hidup.

Sebelumnya, inilah yang terjadi,. Di jalan sepi itu, apakah disana tidak ada lampu penerangan? Ya, disana ada cahaya. Hanya satu buah cahaya yang terlihat oleh Rantika, yang semakin lama semakin mendekat, terang, dan semakin terang. Cahaya itu merubah hidupnya kedalam kegelapan, selamanya.

Sebuah mobil melaju dengan sangat cepat, melewati jalan sepi itu. Mobil itu melaju dengan kecepatan 110 km/h, melempar botol bir melalui jendelanya yang setengah terbuka. Pengendara itu mabuk berat. Terdengar tangisan keras, kemudian kembali hening.

Ironisnya, Si ibu tidak terluka sedikitpun, tanpa satupun goresan luka, atau lebam di tangannya. Dia membuka matanya dan tidak dapat melihat Arya. Pandangan matanya sedikit kabur. Setelah beberapa menit, ketika pandangannya kembali jernih dia mencari cari anaknya, tapi tidak menemukan apa apa. Baru kemudian dia menyadari sesuatu sekitar beberapa meter di depan, darah mengalir ke pinggiran jalan, dan se-onggok daging, tergletak disana. Darah dari anaknya, Arya, seorang anak yang bahkan belum sempat melihat kehidupan.

Anak itu membayar untuk kebodohan seseorang, dengan nyawanya. Bersamaan ketika Ibunya merencanakan masa depan anaknya, yang tidak akan pernah terwujud. 

No comments:

Post a Comment

Pacitan Tourism