adsense

Friday, May 8, 2015

Pengorbanan Seorang Ibu

Aku tinggal sendiri bersama dengan ibuku. Ayahku sudah meninggal sejak masih bayi karena sakit. Ibuku hanya memiliki satu buah mata. Aku membencinya, dia membuatku malu. Ibuku menjalankan sebuah toko loak. Ibuku akan mengumpulkan sampah rongsokan yang kemudian dijualnya lagi agar mendapatkan uang. 

Kejadian di sekolah dasar pada waktu itu tidak dapat aku lupakan. Hari itu adalah hari olahraga, ak terpilih sebagai perwakilan lomba lari. Ibuku datang untuk memberiku semangat. Aku sungguh malu saat itu. Bagaimana dia tega berbuat seperti itu kepadaku? aku memandangnya dengan pandangan penuh kebencian dan lari menjauh.  Hari berikutnya di sekolah, teman temanku bertanya,"Benarkah ibumu hanya memiliki satu mata?!" dan mulai saat itulah temanku mulai mengejekku.

Aku berharap sebaiknya ibuku menghilang saja dari dunia ini. Aku bertanya kepada ibuku, "Mengapa ibu tidak mempunyai dua mata? Ibu hanya membuatku malu dan menjadikanku bahan tertawaan di sekolah. Kenapa ibu tidak mati saja?!" bentakku kepada ibuku sendiri.

Ibuku tidak merespon. Aku merasa bahwa aku telah melewati batas, aku merasa bersalah, namun disisi lain, aku merasa lega karena telah mengatakan apa yang aku rasakan selama ini. Ibuku tidak menghukumku atas hal ini, itulah yang membuat aku berfikir bahwa perkataanku barusan tidak terlalu menyakiti hati ibuku.

Malam itu, aku terbangun, kemudian aku berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum. Ibuku terlihat menagis disana, dengan suara yang sangat pelan, ibu mungkin takut membangunkanku yang tengah tertidur karena suara tangisannya. Mungkin itu karena apa yang telah aku katakan kepadanya barusan, rasa penyesalan kembali mendatangi hatiku. Walaupun begitu, aku masih saja tetap membenci ibuku yang menangis melalui matanya yang hanya satu buah itu. Jadi aku membulatkan tekadku bahwa akau harus tumbuh menjadi orang yang sukses, karena aku membenci ibuku yang bermata satu dan beserta kehidupannya yang miskin.

Aku belajar sangat keras. Aku menjadi murid yang pandai disekolah, selalu mendapat peringkat dan beasiswa. Dan aku masih saja membenci ibuku dengan satu buah matanya itu. Hingga suatu hari aku mendapatkan sebuah beasiswa belajar di Seoul dan meninggalkan ibuku. Aku kemudian tinggal disana, menikah. Aku membeli rumah di Seoul. Kemudian aku memiliki anak. Sekarang aku hidup bahagia sebagai orang sukses. Aku suka disini, karena tempat ini terbebas dari segala kenangan mengenai ibuku.

Kebahagiaan ini semakain bertambah seiring dengan berlalunya waktu. Hingga suatu hari datanglah seorang tamu yang tidak terduga, Ibuku. Masih denga matanya yang hanya satu buah. Aku merasa kebahagiaan ini runtuh. Anakku lari ketakutan melihat mata ibuku.

Dengan penuh kebencian, becampur malu, akau bertanya kepada ibuku, "Siapa kamu? aku tidak mengenalmu!" Aku berpura pura tidak mengenalnya, kemudian berteriak kepadanya, "Beraninya kamu datang ke rumahku dan menakuti anak perempuanku! Pergi dari sini sekarang!"

Mendengar perkataanku itu, ibuku menjawab dengan pelan, "oh, maafkan aku pak, sepertinya aku bertamu dirumah yang salah." Kemudian ibuku pergi. AKu bersyukur bahwa ibuku tidak mengenaliku. Aku memutuskan bahwa aku tidak akan mempedulikannya, dan tidak ingin memikirkannya.

Waktu berlalu terasa begitu cepat, hingga suatu hari, datanglah sebuah surat tentang reuni sekolah yang akan diadakan di tempat asalku. Aku berbohong kepada istriku bahwa aku ada tugas perjalanan dinas padahal sebenarnya aku datang menghadiri reuni itu. Setelah acara reuni selesai, aku mampir ke rumah ibuku, hanya karena rasa ingin tahu saja. Rumahnya tampak kotor dan tidak terawat dan disana aku terkejut melihat ibuku terbaring kaku di lantai rumah. Tubuhnya terasa dingin. Ibuku meninggal, tetapi aku tidak satupun meneteskan air mata. Terdapat secarik kertas ditangannya, aku mengambilnya. Itu adalah surat yang akan dikirimkan ibu untukku, sebelum akhirnya ia meninggal tanpa bisa mengirimkannya. Didalamnya, dia menulis;

"Anakku, aku merasa hidupku sudah terlalu panjang. Ibu tidak akan mengunjungi Seoul lagi, tetapi apakah terlalu berlebihan jika ibu ingin kamu datang mengunjungi ibu walaupun hanya sekali? Ibu sangat merindukanmu. Ibu sangat senang ketika mendengar bahwa kamu akan datang di reuni itu. Tetapi ibu memutuskan untuk tidak mencarimu kesekolah itu. Ibu tidak ingin membuatmu malu.

Ibu minta maaf jika ibu hanya mempunyai satu mata. Kamu tahu, ketika kamu masih sangat kecil, kamu terlibat kecelakaan dan kehilangan sebelah matamu. Sebagai seorang ibu, aku tidak dapat membiarkanmu tumbuh hanya dengan satu mata saja, jadi ibu memberikan mata ibu. Ibu sungguh bangga karena anakku dapat melihat dunia ini untukku, dengan melalui mata itu.

Aku tidak pernah kecewa atas apa yang kamu lakukan. Bahkan ketika kamu marah kepadaku. Aku selalu meyakinkan kepada diriku bahwa kamu melakukan hal itu karena kamu mencintaiku. Aku merindukan waktu ketika kamu masih muda dan dengan riangnya bermain didekatku. Ibu merindukanmu. Ibu cinta kamu."

Hidupku serasa hancur, Aku telah membenci seseorang yang telah membuang dunianya untukku. Aku meneteskan air mata, menangis sekencang kencangnya, berusaha memanggilnya kembali. Memanggilnya.

Pesan Moral; Jangan pernah membenci seseorang karena kekurangannya. Kepada kedua orang kita, janganlah kita meremehkan pengorbanannya. Mereka melahirkan kita, membesarkan kita, dan selalu mengusahakan yang terbaik untuk kita.
Orang tua memberikan semua kepadaanak anaknya. Memaafkan semua kesalahan anaknya. Tidak ada cara yang setimpal untuk membalasnya. Yang bisa kita lakukan sebagaai seorang anak adalah memberikan apa yang mereka butuhkan. Memberi mereka waktu,cinta, dan rasa hormat.

No comments:

Post a Comment

Pacitan Tourism